Di antara ibadah yang paling penting yang mudah mendekatkan seorang hamba pada Allah adalah tholabul ‘ilmi atau belajar ilmu agama. Sedangkan perkara yang amat penting yang perlu diperhatikan dan selalu dikoreksi adalah niat dalam belajar. Karena tidak ikhlas, terkadang membuat kita sulit untuk istiqomah. Terkadang malas di tengah jalan karena ketika beramal hanya ingin mendapat pujian.
Banyak
yang belajar namun jarang memperoleh hasil. Banyak yang duduk di majelis namun
tidak membuahkan ilmu yang bermanfaat pada dirinya, akhlaknya masih buruk, juga
interaksi dengan sesamanya masih buruk. Ilmu semakin mudah diraih jika disertai
dengan ikhlas. Ilmu semakin jauh dari kita jika yang diharapkan adalah pujian
manusia dan ridho selain Allah.
Sesungguhnya ikhlas dalam beramal adalah syarat
diterimanya amal dan cara mudah mencapai tujuan. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا
اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا
الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama
yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang
demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah: 5).
Dari ‘Umar bin Al Khottob, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ ، وَلِكُلِّ
امْرِئٍ مَا نَوَى
“Setiap amalan tergantung pada niatnya dan
setiap orang akan mendapatkan yang ia niatkan.” (HR. Bukhari no. 54 dan
Muslim no. 1907).
Belajar sebaiknya diniatkan karena :
1.
Menuntut ilmu diniatkan untuk beribadah kepada Allah
dengan benar.
2. Menghilangkan kebodohan dari diri
sendiri dan orang lain.
3.Mengamalkan
ilmu yang telah dipelajari.
Imam Ahmad ditanya mengenai apa
niat yang benar dalam belajar agama. Beliau menjawab, “Niat yang benar dalam
belajar adalah apabila belajar tersebut diniatkan untuk dapat beribadah pada
Allah dengan benar dan untuk mengajari yang lainnya.”
Dari sini menunjukkan bahwa niat
belajar yang keliru adalah jika ingin menjatuhkan atau mengalahkan orang
lain atau ingin mencari kedudukan mulia di dunia. Anas bin Malik berkata,
مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ
يُبَاهِي بِهِ الْعُلَمَاءَ ، أَوْ يُمَارِي بِهِ السُّفَهَاءَ ، أَوْ يَصْرِفُ
أَعْيُنَ النَّاسِ إِلَيْهِ ، تَبَوَّأَ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Barangsiapa menuntut ilmu
hanya ingin digelari ulama, untuk berdebat dengan orang bodoh, supaya dipandang
manusia, maka silakan ia mengambil tempat duduknya di neraka.” (HR. Hakim
dalam Mustadroknya)
4.Menghidupkan
dan menjaga ilmu.
Istiqomah atau terus
menerus dalam amal dan menuntut ilmu butuh waktu yang lama (bukan hanya sebentar).
Dalam belajar itu
butuh kesungguhan. Muhammad bin Syihab Az Zuhri berkata,
العلم إذا أعطيته كلك أعطاك بعضه
“Yang namanya ilmu, jika
engkau memberikan usahamu seluruhnya, ia akan memberikan padamu sebagian.”
Dalam hadits riwayat Muslim, Abu
Katsir berkata,
لاَ يُسْتَطَاعُ الْعِلْمُ بِرَاحَةِ
الْجِسْمِ
“Ilmu tidak diperoleh dengan
badan yang bersantai-santai.” (HR. Muslim no. 612).
Abu Hilal Al Asykari (seorang
penyair) awalnya sulit menghafalkan bait sya’ir. Kemudian ia memaksakan dirinya
dan berusaha keras, awalnya ia bisa menghafalkan 10 bait. Karena ia terus
berusaha, ia akhirnya bisa menghafalkan 200 bait dalam sehari.
[Faedah dari Kajian Syaikh
‘Abdus Salam Asy Syuwai’ir di Masjid Jaami’ Ibnu Taimiyah, 7 Sya’ban 1433 H]
(*)Syaikh Dr. ‘Abdus Salam bin
Muhammad Asy Syuwai’ir adalah lulusan doktoral terbaik dari Ma’had Al ‘Ali lil
Qodho’ (sekolah tinggi untuk para hakim) yang merupakan cabang Jami’atul Imam
Muhammad bin Su’ud Riyadh KSA. Beliau adalah Ustadz (gelar pendidikan, yang
dimaksud adalah professor) di Ma’had Al ‘Aali lil Qodho’ saat ini. Beliau
adalah di antara murid Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah. Beliau adalah ulama
yang fakih dan tidak diragukan lagi kecerdasan beliau dalam ilmu dan terlihat begitu tawadhu’.
Ya Allah, berilah kami ilmu yang bermanfaat dan
niatan yang ikhlas dalam belajar serta beramal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar