Rabu, 30 Maret 2016

Kesombongan Menghalangi Hidayahmu

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengabarkan bahwa kesombongan menghalangi seseorang untuk masuk ke dalam surga



Pembaca yang budiman, a’azzaniyallahu wa iyyakum, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallammengabarkan dalam sebuah hadits bahwa tidak akan masuk surga orang yang ada di dalam hatinya terdapat kesombongan. Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “tidak akan masuk surga, orang yang ada di dalam hatinya sebesar biji sawi kesombongan”. Lalu ada seorang lelaki dari sahabat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berkata: “wahai Rasulullah, salah seorang dari kami ingin agar bajunya bagus, demikian pula sandalnya bagus, apakah itu termasuk kesombongan wahai Rasulullah?”. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallambersabda: ‘Sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan. Adapun kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia“ (HR. Muslim, no.91).
Dalam hadits ini Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengabarkan bahwa kesombongan menghalangi seseorang untuk masuk ke dalam surga. Dan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga menjelaskan hakikat kesombongan, bahwa kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan menganggap remeh manusia. Ketika suatu kebenaran telah sampai kepada seseorang, berupa Al Qur’an dan hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, kemudian ia menolaknya karena kelebihan yang ia miliki atau kedudukan yang ia miliki. Maka ini menunjukkan adanya kesombongan dalam dirinya.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengatakan, sombong itu menolak kebenaran, dan kebenaran itu adalah apa yang datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, berupa Al Qur’an dan hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Betapa banyak kesombongan yang menyebabkan seseorang terhalang dari kebenaran. Lihatlah iblis la’anahullah, ia tidak mau sujud kepada Nabi Adam ‘alaihissalam karena kesombongan yang ada dalam hatinya. Allah Ta’alaberfirman: “ia enggan dan sombong sehingga ia pun termasuk orang-orang kafir” (QS. Al Baqarah: 34). Lihatlah Fir’aun, ia merasa merasa sombong dengan kelebihannya, ia merasa sombong dengan kedudukan yang ia miliki. Sehingga ia menolak dakwah yang disampaikan Nabi Musa ‘alaihisshalatu was salam. “Kami utus Musa dan Harun kepada Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya, dengan (membawa) tanda-tanda (mukjizat-mukjizat) Kami, maka mereka menyombongkan diri dan mereka adalah orang-orang yang berdosa” (QS. Yunus: 75). Maka lihatlah wahai saudaraku, orang yang bersombong diri biasanya ia tidak bisa mendapatkan hidayah dari Allah Subhaanahu wa Ta’ala.
Dan Subhaanallah… dalam hadits ini seorang sahabat bertanya kepada NabiShallallahu’alaihi Wasallam, “wahai Rasulullah, salah seorang dari kami ingin agar bajunya bagus, demikian pula sandalnya bagus, apakah itu termasuk kesombongan?”. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam seakan mengatakan, “itu bukan kesombongan, Allah itu indah dan mencintai keindahan”. Artinya pakaian yang bagus bukan termasuk kesombongan sama sekali, bahkan itu suatu hal yang dicintai oleh Allah karena menunjukkan keindahan sebagai suatu nikmat yang diberikan oleh Allah. Bahkan memperlihatkan kenikmatan adalah bentuk rasa syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala. RasulullahShallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah suka melihat tampaknya bekas nikmat Allah pada diri hamba-Nya” (HR. Tirmidzi, no.2819. Ia berkata: “hasan”, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Al Jami’).
Akan tetapi kesombongan itu ketika seseorang menolak kebenaran atau ia menganggap remeh orang lain. Baik karena orang yang ia remehkan itu miskin atau ia lebih rendah derajatnya dalam masalah ilmu dan amalan shalih. Saudaraku, dalam hadits lain RasulullahShallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “cukuplah bagi seseorang itu keburukan, ia menganggap remeh Muslim yang lain” (HR. Muslim, no.2564).
Terkadang misalnya kita orang yang memiliki kekayaan, dan punya kelebihan. Ketika kita melihat orang miskin yang tidak punya kekayaan, kita pandang dia dengan pandangan yang remeh sekali. Ini lah bentuk meremehkan orang. Atau misalnya orang yang memiliki kedudukan, mungkin Bupati, presiden, atau camat, ketika melihat orang biasa atau rakyat jelata ia merasa dirinya punya kelebihan, lalu ia pun bersombong diri. Atau misalnya kita diberi kelebihan berupa amalan shalih, terkadang ketika melihat orang yang amalan shalihnya kurang, kita merasa memiliki kelebihan dan melecehkan dia. Terkadang juga kita merasa punya kelebihan ilmu, punya titel yang tinggi, ketika melihat orang yang lebih rendah titelnya, dalam diri kita terasa ada sesuatu perasaan lebih baik dari dia. Inilah sebenarnya benih-benih kesombongan.
Terlebih ketika ada orang yang menasehati kita adalah orang yang lebih muda dari kita atau orang yang tidak lebih berilmu dari kita. Terkadang kesombongan dan keangkuhan muncul di hati kita sehingga kita enggan untuk menerima nasehat-nasehatnya. Ini juga merupakan fenomena kesombongan. Dan bukankah seorang Mukmin yang sejati itu senantiasa menerima nasehat? Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Berilah peringatan! Sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman” (QS. Adz Dzariyat: 55).
Dan subhaanallah, ini sangat menakutkan sekali. Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallambersabda: “tidak akan masuk surga, orang yang ada di dalam hatinya sebesar biji sawi kesombongan”. Hanya sebesar biji sawi dari kesombongan, ternyata menyebabkan kita tidak masuk surga.
Ikhwati fillah rahimaniy wa rahimakumullah, sudah menjadi kewajiban kita untuk menyadari bahwa apa yang Allah berikan kepada kita berupa kelebihan-kelebihan baik itu kekayaan, kedudukan, hakikatnya adalah pemberian dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Orang kaya hendaknya sadar, kekayaan itu datangnya dari Allah. Orang yang mempunyai kedudukan hendaknya sadar, bahwa kedudukan itu adalah amanah di sisi Allah yang akan dimintai pertanggung-jawabannya. Bukan untuk disombongkan sama sekali. Orang yang berilmu segera sadar bahwa ilmunya itu bukan untuk disombongkan, tapi untuk menjadikan ia lebih tawadhu dan lebih takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Orang yang beramal shalih, banyaknya amal shalih, bukan untuk dibanggakan dan disombongkan. Akan tetapi untuk membuat ia lebih dekat kepada Allah.
Maka, saudaraku a’azzaniyallah waiyyakum, orang yang sombong itu pada hakikatnya tidak menyadari jati dirinya, tidak menyadari siapa dia sebenarnya. Bahwa dia hakikatnya adalah seorang hamba, hamba yang tidak punya dan tidak memiliki apa-apa. Dia faqir kepada Allah, faqir kepada rahmat-Nya dan karunia-Nya. Lalu untuk apa ia menyombongkan diri dengan segala kelebihannya sementara pada hakikatnya ia tidak memiliki apapun. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai umat manusia! Kalian adalah fakir kepada Allah. Adapun Allah, maka Dia Maha Kaya lagi Maha Terpuji” (QS. Fathir: 15).
Saudaraku, terkadang penting sekali untuk melihat bagaimana pemberian Allah kepada kita dan kekuasaan Allah yang berikan kepada kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan alam semesta yang begitu luar biasa, keindahan alam yang luar biasa, semua itu milik Allah. Allah menciptakan tubuh kita dengan bentuk yang indah, Allah Subhanahu wa Ta’ala sediakan bagi kita berbagai macam harta dan kebutuhan, jika seorang hamba menyadari semua ini saya yakin ia akan ber-tawadhu’ (rendah diri). Dan tawadhu’ itu adalah akhlak yang sangat agung. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Ibadurrahman adalah orang-orang yang berjalan di atas muka bumi dengan rendah hati (tawadhu’) dan apabila orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (QS. Al Furqaan: 63). Dan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “tidaklah salah seorang di antara kalian ber-tawadhu kecuali Allah akan meninggikannya derajatnya” (HR. Muslim, no.2588).
Bahkan manusia sendiri pun tidak suka kepada orang yang sombong. Ketika kita melihat ada orang yang angkuh, pasti kita tidak suka. Tapi ketika kita melihat orang yang tawadhu, yang tidak menonjolkan kelebihannya di hadapan orang, bahkan ia merasa takut kalau Allah mengadzabnya sekonyong-konyong, itu adalah orang yang Allah jadikan kecintaan kepada dia di hati-hati para hamba karena sikap tawadhu’-nya tersebut.
Maka dari itu saudaraku, jika kita diberi Allah Subhanahu wa Ta’ala kelebihan, berhati-hatilah. Segera introspeksi diri, segera periksa hati kita. Kalau Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kepada kita kekayaan, kedudukan, atau kelebihan dalam beramal shalih, segera periksa hati kita jangan sampai itu menimbulkan kesombongan yang menyebabkan kita terhalang masuk ke dalam surga.
Washalatu wassalamu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajmain.
***
Source : Muslim.or.id
💻 Publisher: Inkasi (Informasi & Komunikasi)
⛳: DKM Ar-Rahmah, SMA Negeri 1 Bogor
🌐 : www.dkmsmansabo.blogspot.com

Kamis, 24 Maret 2016

Membersihkan Diri Dari Penyakit Hati

6  CARA MEMBERSIHKAN DIRI DARI DOSA DAN PENYAKIT HATI

Ibnul Qayyim berkata, “Jadi, hati adalah ibarat raja bagi anggota tubuh. Anggota tubuh akan melaksanakan apa yang diperintahkan oleh hati dan akan menerima semua arahan-arahan hati.

Anggota tubuh tidaklah akan melaksanakan sesuatu kecuali yang berasal dari tujuan dan keinginan hati.

Jadi, hati tersebut merupakan penanggung jawab mutlak terhadap anggota tubuh karena seorang pemimpin akan ditanya tentang yang dipimpinnya.

Jika demikian adanya, maka upaya memberi perhatian yang besar terhadap hal-hal yang menyehatkan hati dan meluruskannya merupakan upaya yang terpenting, dan memperhatikan penyakit-penyakit hati serta berusaha untuk mengobatinya merupakan ibadah yang paling besar.”

Maka berikut ini  terdapat beberapa  cara membersihkan diri dari dosa dan penyakit hati :

1.Dengan shalat malam atau Qiyamullail (Qumillaila illah qaliilaa)
Rasulullah SAW bersabda dari Salim bin Abdullah bin Umar ,”
Sebaik-baik seorang laki-laki hamba Allah adalah sekiranya ia melaksanakan sholat malam”.Berkata salim, ‘Maka Abdullah bin Umar sesudah itu tidak tidur di malam hari,kecuali sedikit.”
(HR.Bukhari No.4528)
Dalam riwayat lain,Rasulullah­ SAW bersabda, “Sholat yang paling utama setelah sholat fardhu adalah Qiyamullail”. (HR.Muslim)

2. Membersihkan hati dengan membaca Al Qur’an(Wa rattilil qur’aana tartiila)
Al Qur’an bila dibaca dengan syahdu,teliti baik makhroj hurufnya,tajwid­nya maupun maknanya maka akan menjadi penawar hati untuk membersihkan segala penyakit hati.
Allah Berfirman, “Dan Kami turunkan dari Al Qur’an(sesuatu)­ sebagai penawar dan rahmat bagi orang yang beriman,sedangk­an bagi orang yang zalim hanya akan menambah kerugian.
”(QS.Al Isra’:82)

3.Membersihkan hati dengan dzikir (Wadzkurisma robbika) Zikir yang berarti mengingat Allah SWT dalam keadaan apapun sebagaimana yang tercantum dalam surah  Ali Imran ayat 191.  Mensucikan hati dengan tabattal (Wa tabattal ilaihi tabtiilaa).
Dalam tafsir Ibnu Katsir,makna tabattal adalah mengkhususkan diri semata untuk beribadah kepada Allah saja dan Al-Qurthubi menambahkan dengan:”… dan jangan engkau menyekutukan dengan selain-Nya.”

4.Mensucikan diri dengan bertawakkal hanya kepada Allah SWT(Fattakhidzu­ wakiilaa).
Tawakal artinya beserah diri kepada Allah.
Allah berfirman, “ Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah,niscaya Allah akan mencukupkan keperluan-Nya. Dan akan memberikannya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka­"(At Thalaq:2-3)

5. Mensucikan dengan bersabar terhadap perkataan orang (Washbir‘alaa maa yaquulun).
Kesabaran disini diartikan seperti kesabaran dalam menghadapi fitnah,intimida­si dan terhadap kaum yang tidak menyukai Islam.
Allah SWT berfirman,

“Dan bersabarlah(Muh­ammad)dan kesabaranmu itu semata-mata dengan pertolongan Allah dan janganlah engkau bersedih hati terhadap(kekafi­ran)mereka dan jangan(pula) bersempit dada terhadap tipu daya yang mereka rencanakan”. (QS.An Nahl:127)

6. Mensucikan diri dengan hijrah secara baik (Wahjurhum hajran jamiilaa). Rasullah SAW bersabda, “Orang yang berhijrah,ialah­ orang yang berhijrah(menin­ggalkan)kejahat­an.Dan orang yang berjihad ialah orang yang berjuang melawan hawa nafsunya”.
(HR.Ibnu Majah dan An-Nasaa’i)

Source : Dunia Islam

Jumat, 11 Maret 2016

Puasa Daud


Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَحَبَّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ صِيَامُ دَاوُدَ وَأَحَبَّ الصَّلاَةِ إِلَى اللَّهِ صَلاَةُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ كَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ وَكَانَ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا
Puasa yang paling disukai di sisi Allah adalah puasa Daud, dan shalat yang paling disukai Allah adalah Shalat Nabi Daud. Beliau biasa tidur di pertengahan malam dan bangun pada sepertiga malam terakhir dan beliau tidur lagi pada seperenam  malam terakhir. Sedangkan beliau biasa berpuasa sehari dan buka sehari.”
Faedah hadits:
1. Hadits ini menerangkan keutamaan puasa Daud yaitu berpuasa sehari dan berbuka (tidak berpuasa) keesokan harinya. Inilah puasa yang paling dicintai di sisi Allah dan tidak ada lagi puasa yang lebih baik dari itu.
2. Di antara faedah puasa Daud adalah menunaikan hak Allah dengan melakukan ketaatan kepada-Nya dan menunaikan hak badan yaitu dengan mengistirahatkannya (dari makan).
3. Ibadah begitu banyak ragamnya, begitu pula dengan kewajiban yang mesti ditunaikan seorang hamba begitu banyak. Jika seseorang berpuasa setiap hari tanpa henti, maka pasti ia akan meninggalkan beberapa kewajiban. Sehingga dengan menunaikan puasa Daud (sehari berpuasa, sehari tidak), seseorang akan lebih memperhatikan kewajiban-kewajibannya dan ia dapat meletakkan sesuatu sesuai dengan porsi yang benar.
4. Abdullah bin ‘Amr sangat semangat melakukan ketaatan. Ia ingin melaksanakan puasa setiap hari tanpa henti, begitu pula ia ingin shalat malam semalam suntuk. Karena ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi solusi padanya dengan yang lebih baik. Untuk puasa beliau sarankan padanya untuk berpuasa tiga hari setiap bulannya. Namun Abdullah bin ‘Amr ngotot ingin mengerjakan lebih dari itu. Lalu beliau beri solusi agar berpuasa sehari dan tidak berpuasa keesokan harinya. Lalu tidak ada lagi yang lebih afdhol dari itu. Begitu pula dengan shalat malam, Nabi shallallallahu ‘alaihi wa sallam memberi petunjuk seperti shalat Nabi Daud. Nabi Daud ‘alaihis salam biasa tidur di pertengahan malam pertama hingga sepertiga malam terakhir. Lalu beliau bangun dan mengerjakan shalat hingga seperenam malam terkahir. Setelah itu beliau tidur kembali untuk mengistirahatkan badannya supaya semangat melaksanakan shalat Fajr, berdzikir dan beristigfar di waktu sahur.
5. Berlebih-lebihan hingga melampaui batas dari keadilan dan pertengahan dalam beramal ketika beribadah termasuk bentuk ghuluw (berlebih-lebihan) yang tercela. Hal ini dikarenakan menyelisihi petunjuk Nabawi dan juga dapat melalaikan dari berbagai kewajiban lainnya. Hal ini dapat menyebabkan seseorang malas, kurang semangat dan lemas ketika melaksanakan ibadah lainnya. Ingatlah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
6. Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Puasa Daud sebaiknya hanya dilakukan oleh orang yang mampu dan tidak merasa sulit ketika melakukannya. Jangan sampai ia melakukan puasa ini sampai membuatnya meninggalkan amalan yang disyari’atkan lainnya. Begitu pula jangan sampai puasa ini membuatnya terhalangi untuk belajar ilmu agama. Karena ingat di samping puasa ini masih ada ibadah lainnya yang mesti dilakukan. Jika banyak melakukan puasa malah membuat jadi lemas, maka sudah sepantasnya tidak memperbanyak puasa. … Wallahul Muwaffiq.”
7. Tidak mengapa jika puasa Daud bertepatan pada hari Jumat atau hari Sabtu karena ketika yang diniatkan adalah melakukan puasa Daud dan bukan melakukan puasa hari Jumat atau hari Sabtu secara khusus.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Source : Rumaysho.com
💻 Publisher: Inkasi (Informasi & Komunikasi)
⛳: DKM Ar-Rahmah, SMA Negeri 1 Bogor
🌐 : www.dkmsmansabo.blogspot.com

Selasa, 08 Maret 2016

Sholat gerhana

Besok Gerhana Matahari Total ya? Artinya kita disunnahkan melakukan sholat gerhana dong? Heu'euh. Gimanasih tata cara shalat gerhana?
- Shalat gerhana dilakukan sebanyak dua raka’at dan ini berdasarkan kesepakatan para ulama.

(Ringkasnya),
tata cara shalat gerhana -sama seperti shalat biasa dan bacaannya pun sama-, urutannya sebagai berikut.
[1] Berniat di dalam hati dan tidak dilafadzkan karena melafadzkan niat termasuk perkara yang tidak ada tuntunannya dari Nabi kita shallallahu ’alaihi wa sallam dan beliau shallallahu ’alaihi wa sallam juga tidak pernah mengajarkannya lafadz niat pada shalat tertentu kepada para sahabatnya.
[2] Takbiratul ihram yaitu bertakbir sebagaimana shalat biasa.
[3] Membaca do’a istiftah dan berta’awudz, kemudian membaca surat Al Fatihah dan membaca surat yang panjang (seperti surat Al Baqarah) sambil dijaherkan (dikeraskan suaranya, bukan lirih) sebagaimana terdapat dalam hadits Aisyah:

جَهَرَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – فِى صَلاَةِ الْخُسُوفِ بِقِرَاءَتِهِ

“Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam menjaherkan bacaannya ketika shalat gerhana.” (HR. Bukhari no. 1065 dan Muslim no. 901)
[4] Kemudian ruku’ sambil memanjangkannya.
[5] Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal) sambil mengucapkan ’SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH, RABBANA WA LAKAL HAMD’
[6] Setelah i’tidal ini tidak langsung sujud, namun dilanjutkan dengan membaca surat Al Fatihah dan surat yang panjang. Berdiri yang kedua ini lebih singkat dari yang pertama.
[7] Kemudian ruku’ kembali (ruku’ kedua) yang panjangnya lebih pendek dari ruku’ sebelumnya.
[8] Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal).
[9] Kemudian sujud yang panjangnya sebagaimana ruku’, lalu duduk di antara dua sujud kemudian sujud kembali.
[10] Kemudian bangkit dari sujud lalu mengerjakan raka’at kedua sebagaimana raka’at pertama hanya saja bacaan dan gerakan-gerakannya lebih singkat dari sebelumnya.
[11] Tasyahud.
[12] Salam.
[13] Setelah itu imam menyampaikan khutbah kepada para jama’ah yang berisi anjuran untuk berdzikir, berdo’a, beristighfar, sedekah, dan membebaskan budak. (Lihat Zaadul Ma’ad, Ibnul Qayyim, 349-356, Darul Fikr dan Shohih Fiqih Sunnah, 1: 438)
Semoga bermanfaat.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Source : Rumaysho.com
 Publisher: Inkasi (Informasi & Komunikasi)
⛳: DKM Ar-Rahmah, SMA Negeri 1 Bogor
 : www.dkmsmansabo.blogspot.com

Senin, 07 Maret 2016

Hal-hal yang Mengurangi Pahala Sholat

Perkara yang dilarang dalam shalat disebutkan dalam nash-nash syariat tentang keharamannya atau kemakruhannya. Tetapi larangan-larangan ini (bila dilanggar) tidak membatalkan shalat dan hanya mengurangi nilai pahalanya, diantaranya:

1.     Bertolak pinggang dalam shalat.

Sabda Rasulullah saw.

عَنْ زِيَادِ بْنِ صَبِيحٍ الْحَنَفِيِّ قَالَ صَلَّيْتُ إِلَى جَنْبِ ابْنِ عُمَرَ فَوَضَعْتُ يَدَيَّ عَلَى خَاصِرَتَيَّ فَلَمَّا صَلَّى قَالَ هَذَا الصَّلْبُ فِي الصَّلَاةِ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْهَى عَنْهُ  =رواه ابو داود والنسائي واحمد=


Diriwayatkan dari Ziyad bin Shubaih, ia berkata, “Aku pernah shalat di samping Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma dan aku letakkan kedua tangan-ku di atas pinggang. Setelah shalat, ia berkata, ‘Ini salib dalam shalat, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya.’ [HR. Abu Dawud, An_Nasa’i, dan Ahmad, Hadits hasan]

2.     Memandang ke langit.

Sabda Rasulullah saw.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ عَنْ رَفْعِهِمْ أَبْصَارَهُمْ عِنْدَ الدُّعَاءِ فِي الصَّلاَةِ إِلَى السَّمَاءِ أَوْ لَتُخْطَفَنَّ أَبْصَارُهُمْ  =رواه مسلم والنسائي واحمد=

Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Hendaklah sekelompok orang benar-benar menghentikan pandangan matanya yang terangkat ke langit ketika berdoa dalam sholat atau atau benar-benar akan disilaukan pandangan mata mereka.” =HR. Muslim, Nasa’i dan Ahmad=

3.     Melihat sesuatu yang dapat melalaikan shalat.

Sabda Rasulullah saw.

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِي
خَمِيصَةٍ لَهَا أَعْلَامٌ فَقَالَ شَغَلَتْنِي أَعْلَامُ هَذِهِ اذْهَبُوا بِهَا إِلَى أَبِي جَهْمٍ وَأْتُونِي بِأَنْبِجَانِيَّةٍ   =متفق عليه=

Berdasarkan hadits dari Aisyah bahwasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat dengan mengenakan baju yang bercorak, maka beliau bersabda, “Corak pakaian ini telah mengggangu shalatku. Bawahlah jubah ini kepada Abu Jahm, lalu ambilkan untukku Anbajaniyah (baju kasar tanpa corak)nya.” [HR. Al_Bukhari dan Muslim]

4.     Menoleh tanpa ada keperluan

Sabda Rasulullah saw.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الِالْتِفَاتِ فِي الصَّلَاةِ فَقَالَ هُوَ اخْتِلَاسٌ يَخْتَلِسُهُ الشَّيْطَانُ مِنْ صَلَاةِ الْعَبْدِ  =رواه البخاري وابو داود والنسائي=

Berdasarkan riwayat dari Aisyah, ia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang menoleh dalam shalat, maka beliau menjawab: Itulah ikhtilas (pencurian) yang dilakukan setan dari shalat seseorang hamba.” [HR. Al_Bukhari, Abu Dawud, dan An_Nasa’i (III/8)]

Makna kata ikhtilas dalam hadits di atas adalah mengambil dengan cepat dan tersembunyi saat si pemilik barang lengah. [Lihat Abu Malik Kamal bin As_Sayyid Salim, Shahih Fiqih Sunnah, hal. 552]

5.     Menjalin jari-jemari

Sabda Rasulullah saw

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ أَبُو الْقَاسِمِ صَلَّى اللهُ
وَسَلَّمَ: «إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فِيْ بَيْتِهِ ثُمَّ أَتَى الْمَسْجِدَ كَانَ فِيْ صَلاَةٍ حَتىَّ يَرْجِعَ، فَلاَ يَقُلْ هَكَذَا » وَشَبَكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ. =رواه الحاكم= «هذا حديث صحيح على شرط الشيخين ولم يخرجاه». وقد تابعه محمد بن عجلان عن المقبري . وهو صحيح على شرط مسلم

Berdasarkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Apabila salah seorang dari kalian berada di rumahnya lalu ia pergi ke masjid, maka ia masih dikategorikan sebagai orang yang shalat hingga ia kembali (ke rumahnya), dan janganlah melakukan seperti ini, seraya beliau menjalinkan di antara jari-jari tangannya.” [HR. Al_Hakim dalam kitab Shahih Al_Jami’. Hadits ini ada penguatnya yang tertera dalam kitab Musnad Ahmad (III/42) dari Abu Sa’id]

Dari Abu Sa’id Al-Khudri ra, ia berkata:

دَخَلْنَا الْمَسْجِدَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا رَجُلٌ جَالِسٌ فِي وَسَطِ الْمَسْجِدِ مُحْتَبِيًا مُشَبِّكٌ أَصَابِعَهُ بَعْضَهَا فِي بَعْضٍ فَأَشَارَ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يَفْطِنْ الرَّجُلُ لِإِشَارَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَالْتَفَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى أَبِي سَعِيدٍ فَقَالَ إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ فِي الْمَسْجِدِ فَلاَ يُشَبِّكَنَّ فَإِنَّ التَّشْبِيكَ مِنْ الشَّيْطَانِ وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لاَ يَزَالُ فِي صَلاَةٍ مَا دَامَ فِي الْمَسْجِدِ حَتَّى يَخْرُجَ مِنْهُ   =رواه احمد=

Suatu ketika kami masuk masjid bersama Rasulullah SAW, tiba-tiba tampak ada seseorang yang duduk bersandar pada sorbannya-biasa diikat dari punggung ke kaki sambil mempersilangkan jari-jari tangannya, maka diberi isyarat oleh Nabi SAW, tapi ia belum juga mengerti. Maka beliaupun lalu berpaling kepada Abu Sa’id lalu bersabda, Bila salah seorang diantara kamu sedang dalam masjid, janganlah ia mempersilangkan jari-jarinya, sebab itu adalah perbuatan setan. Dan seseorang itu berada dalam keadaan shalat selama ia dalam masjid sampai keluar.  =HR. Ahmad=

6.     Membunyikan jari-jemari

Sabda Rasulullah saw.

عَنْ شُعْبَةَ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ صَلَيْتُ إِلَى جَنْبِ ابْنِ عَبَّاسٍ فَفَقَعْتُ أَصَابِعِيْ فَلَمَّا قَضَيْتُ الصَّلاَةَ قَالَ لاَ أُمَّ لَكَ تَقْطَعُ أَصَابِعَكَ وَأَنْتَ فِي الصَّلاَةِ  =رواه ابن ابي شيبة=

Berdasarkan riwayat dari Syu’bah maula (pembantu) Ibnu Abbas ra, ia berkata, “Aku pernah shalat di samping Ibnu Abbas, lalu aku membunyikan jari-jariku. Seusai shalat ia berkata, ‘Semoga ibumu hilang.’ Apakah kamu membunyikan jari-jemarimu sementara kamu sedang shalat?”  [HR. Ibnu Abi Syaibah (II/334). Hadits hasan. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al_Albani menghasankannya dalam kitab Al_Irwa’ Al_Ghalil (II/99)]

7.     Berselimut dengan kain dan meletakkan tangan di dalamnya

Berselimut dengan kain dan meletakkan tangan di dalamnya, lalu ruku’ dan sujud dalam keadaan seperti ini – hal ini disebut dengan sadl.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ السَّدْلِ فِي الصَّلَاةِ  =رواه ابو داود والترمذي=

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang sadl  tersebut. [HR. Abu Dawud dan At_Tirmidzi dengan sanad yang hasan]

Catatan: Sadl adalah melilitkan kain ke badan dan kedua tangan juga termasuk dalam lilitan kain tersebut, lalu ruku’ dan sujud dalam keadaan seperti itu.

8.     Menguap dalam shalat.

Menguap dalam shalat tidak boleh dibiarkan, tetapi wajib dicegah dan meletakkan tangan pada mulut. Hal ini berdasarkan hadits:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ التَّثَاؤُبُ مِنْ الشَّيْطَانِ فَإِذَا تَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَرُدَّهُ مَا اسْتَطَاعَ فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَالَ هَا ضَحِكَ الشَّيْطَانُ  =متفق عليه=

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu  bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Menguap (dalam shalat) berasal dari setan. Jika salah seorang di antara kalian menguap, maka hendaklah ia menahannya semampunya. Maka sesungguhnya bila salah seorang kalian mengatakan “Ha” tertawalah setan. [HR. Al_Bukhari, Muslim, dan At_Tirmidzi. Adapun tambahan lafaz di atas tertera di dalam riwayat oleh At_Tirmidzi]

9.     Meludah ke arah kiblat atau ke sebelah kanan

Sabda Rasulullah saw.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى نُخَامَةً فِي الْقِبْلَةِ فَحَكَّهَا بِيَدِهِ وَرُئِيَ مِنْهُ كَرَاهِيَةٌ أَوْ رُئِيَ كَرَاهِيَتُهُ لِذَلِكَ وَشِدَّتُهُ عَلَيْهِ وَقَالَ إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ فِي صَلَاتِهِ فَإِنَّمَا يُنَاجِي رَبَّهُ أَوْ رَبُّهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ قِبْلَتِهِ فَلَا يَبْزُقَنَّ فِي قِبْلَتِهِ وَلَكِنْ عَنْ يَسَارِهِ أَوْ تَحْتَ قَدَمِهِ ثُمَّ أَخَذَ طَرَفَ رِدَائِهِ فَبَزَقَ فِيهِ وَرَدَّ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ قَالَ أَوْ يَفْعَلُ هَكَذَا   =متفق عليه=

Dari Anas bin Malik ra, bahwa Nabi saw, melihat dahak diarah kiblat (tembok masjid), dia gosok pakai tangannya, terlihat dari sangat ketidak-sukaannya karena kejadian itu, lalu ia bersabda: “Apabila salah seorang dari kalian berdiri untuk mengerjakan shalat, ia sedang bermunajat pada Tuhannya, atau Tuhannya berada di hadapannya yaitu kearah kiblatnya. Oleh karena itu, janganlah meludah ke arah kiblatnya. Tetapi hendaklah ke sebelah kiri atau ke bawah kaki sebelah kirinya. Kemudian ia mengambil ujung pakaiannya lalu ia meludah disitu, lalu ia melipat pakaiannya dan menggosok-gosoknya. Atau ia melakukannya begini”.  [HR. Bukhariy dan Muslim]

10. Memejamkan mata ketika shalat

Apabila memejamkan mata dalam shalat dimaksudkan untuk mendekatkan diri ke pada Allah, maka hal ini diharamkan, karena termasuk dalam perkara bid’ah (mengada-ada dalam urusan agama). Apabila bukan itu maksudnya, maka hukumnya makruh, karena menyelisihi sunnah Rasulullah saw.

Ibnu Qayyim Al_Jauziyah berkata, “Tidak ada petunjuk Rasulullah saw tentang memejamkan mata ketika shalat… Dan yang dapat dijadikan sebagai dalil adalah beliau mengulurkan tangannya dalam shalat Kusuf untuk mengambil setandan anggur tatkala melihat surga. Demikian juga ketika beliau melihat neraka, yang di dalamnya terdapat seorang wanita yang pernah memelihara seekor kucing, dan pemilik tongkat. Demikian juga ketika beliau mengusir hewan yang hendak melintas di hadapan beliau….” [Lihat Ibnul Qayyim Al_Jauziyah, Zadul Ma’ad  (I/294)]

Semua hadits-hadits di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa beliau tidak memejamkan kedua matanya pada saat mengerjakan shalat.

(continue to Part 2)

Publisher : DKM Ar-Rahmah
Source : muhammadhaidir.wordpress.com

Jumat, 04 Maret 2016

Amalan Bagi Orang yang Sakit


Sakit adalah musibah atau cobaan yang sebenarnya datang dari Allah SWT. Tetapi kadang kita tidak sadar atau bahkan tidak mau sadar dengan kenyataan yang sedang menimpa diri kita itu hakikatnya adalah datangnya dari Allah SWT. Hanya saja sakit atau musibah itu sengaja oleh Allah dilewatkan dengan berbagai macam cara. Nah,….marilah kita sadarkan diri kita dengan selalu mengingat dan menyadari bahwa semua yang kita miliki hanyalah titipan Allah SWT dan kekuatan kita hanyalah datangnya dari Allah SWT.

لاحول ولاقوة الاباالله

Apabila sakit sudah menimpa diri kita, seringkali keluar kalimat-kalimat mengeluh, tidak sabar, tidak ikhlas, tidak siap dengan penderitaan dan lain sebagainya. Apa yang semestinya kita lakukan ? berikut ini perilaku/amalan yang harus dilakukan orang islam ketika mendapat musibah sakit.

Amalan Bagi Orang Yang Sakit

1. Disunahkan setiap orang memperbanyak mengingat mati, baik anak muda maupun orang dewasa, baik dalam keadaan sehat terlebih dalam keadaan sakit.
Sabda Nabi SAW :

اكثروا من ذكرهادم اللذات (رواه ابن حبان)

“Hendaklah kalian memperbanyak mengingat kematian”. (HR. Ibnu Hibban)
2. Bersiap-siap menyongsong kematian dengan taubat dan berbaik sangka (Husnudhon) kepada Allah SWT, serta menebus atau mengembalikan kedholiman-kedholiman yang pernah dilakukan. Karena hal- hal tersebut merupakan pencuci dosa atas perbuatan kita.
3. Sabar atas rasa sakit yang dideritanya.
Sebagaimana sabda Nabi SAW :

من مرض ليلة فصبر و رضي بها عن الله خرج من ذنوبه كيوم ولدته امه (رواه الحاكم)

Barangsiapa sakit semalaman, kemudian bersabar dan ridlo dengan sakitnya dri Allah SWT, maka keluarlah dosa-dosanya seperti saat ia dilahirkan ibunya.” (HR. Al Hakim)
4. Tidak boleh gelisah, keluh kesah, marah-marah, cemas, atau jemu.
5. Tidah boleh banyak “sambat” (mengaduh), yang menampakkan tidak ridlo atas qodlo’ Allah SWT.
6. Tidak diperkenankan mengingkan kematian, apabila terpaksa hendaklah membaca do’a :

اللهم احيني ما كا نت الحياة خيرا لي وتوفني ما كا نت الوفاه خيرا لي

“Ya Allah, hidupkanlah saya jika kehidupan itu baik bagi saya, dan matikanlah saya jika kematian itu baik bagi saya”.
7. Berwasiat baik kepada keluarganya agar sabar melakukan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Sabda Nabi SAW :

من مات علي وصية مات علي سبيل وسنة وتقي وشهادة ومات مغفورا له

“Barangsiapa meninggal dunia dan sudah memberi wasiat kepada keluarganya, maka ia meninggal diatas jalan yang lurus, kesunnahan, ketaqwaan, syahid. Dan ia meninggala dunia dengan mendapat ampunan”.
Sabda Nabi SAW :

من لم يوص لم يؤذن له في الكلام مع الموتي

“Barangsiapa tidak pernah berwasiat, maka tidak diizinkan berbicara (bersama) dengan orang yang sudah meninggal”.
(maksudnya : jika kelak meninggal dunia, maka di alam barzah ia tidak dapat berbicara dengan sesama orang yang meninggal).
8. Menjaga sholat lima waktu dengan semampunya, baik dengan berwudlu atau tayamum. Jika memang tidak mampu, hendaklah sholat untuk menghormati waktu.
9. Keluarga orang yang sakit harus menjaga kenajisan oang yang sakit, dan tidak boleh mempermudah atau meremehkannya.
10. Disunnahkan membaca :

لااله الا انت سبحا نك اني كنت من الظا لمين

Sebanyak 40 X, agar mendapatkan pahala orang mati syahid.
Dari Sa’ad bin abi Waqqash ra berkata, bersabda Rosulullah SAW :

ايما مسلم قال في مرضه لااله الا انت سبحا نك اني كنت من الظا لمين اربعين مرة فمات في مرضه ذلك اعطي له اجر شهيد وان برئ برئ وقد غفرت له جميع ذنوبه

“Orang islam mana saja yang mengucapkan ketika sakitnya kalimat

. لااله الا انت سبحا نك اني كنت من الظا لمين

Sebanyak 40 X . Kemudian ia meninggal dunia di sakitnya tersebut, maka diberi pahala orang mati syahid, dan jika sembuh maka terampuni semua dosanya”.
11. Sunah membaca surat Al Ikhlas sebanyak 100 X
Nabi SAW bersabda :

من قرأ سورة قل هو الله احد ي مرضه الذي يموت فيه مائة مرة لم يفتن في قبره وأمن من ضغطة القبر وحملة الملا ئكة يوم القيا مة بأجنحتها حتي يجيزوه من الصراط إلى الجنة.(رواه الطبرانى)

“Barangsiapa membaca Qulhuwallahu ahad (surat Al Ikhlas) 100X di saat sakit yang ia meninggal dunia didalamnya, maka tidak terkena fitnah di kuburnya, dan akan aman dari jepitan kubur, serta akan diangkat oleh malaikat dengan sayapnya hingga dapat melewati shirot dan sampai ke surga”.(HR At Thobroni)

Semoga kita diberi kesabaran, keikhlasan dan kemampuan untuk melewati semua cobaan dan musibah berupa sakit dengan senantiasa berdzikir kepada Allah SWT dan semoga Allah SWT mengangkat derajat kita menjadi orang-orang yang dekat dengan Allah SWT. Amien.
Semoga bermanfaat dan mari kita lakukan apa yang telah disabdakan oleh baginda Nabi SAW.

Kamis, 03 Maret 2016

Olahraga Menurut Islam

Ajaran Islam ternyata begitu lengkap dan sempurna. Bahkan olahraga saja ternyata dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW seperti olahraga berenang, memanah, berlari, berkuda, bergulat, dan sebagainya. Jadi ummat Islam jangan malas berolahraga.

Olahraga bertujuan untuk menjadikan manusia sehat dan kuat. Dalam Islam, sehat dipandang sebagai nikmat kedua terbaik setelah Iman. Selain itu, banyak ibadah dalam Islam membutuhkan tubuh yang kuat seperti shalat, puasa, haji, dan juga jihad.

Bahkan Allah sebetulnya menyukai mukmin yang kuat. Oleh karena itu, olahraga itu perlu:

Dari Abu Hurairah r.a. katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Orang mu’min yang kuat adalah lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mu’min yang lemah. Namun keduanya itupun sama memperoleh kebaikan. Berlombalah untuk memperoleh apa saja yang memberikan kemanfaatan padamu dan mohonlah pertolongan kepada Allah dan janganlah merasa lemah. Jikalau engkau terkena oleh sesuatu musibah, maka janganlah engkau berkata: “Andaikata saya mengerjakan begini, tentu akan menjadi begini dan begitu.” Tetapi berkatalah: “Ini adalah takdir Allah dan apa saja yang dikehendaki olehNya tentu Dia melaksanakannya,” sebab sesungguhnya ucapan “andaikata” itu membuka pintu godaan syaitan.” (Riwayat Muslim)

Yang penting dalam berolahraga, ummat Islam menjaga auratnya dan jangan sampai menyakiti satu sama lainnya.

“Barangsiapa lewat dengan membawa panah di masjid atau pasar kita, maka hendaklah dipegang ujung panahnya dengan tangannya agar tidak melukai seorang muslim.” [HR Bukhari]

“Mereka berkata: “Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah dari padanya.” Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.” [Al Munaafiquun 8]

Beberapa Nabi seperti Musa terkenal kuat. Sehingga saat memukul seseorang, hanya dengan satu pukulan saja orang tersebut tewas.

“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia (Musa) sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” [Al Qashash 26]

Bahkan Nabi Muhammad diriwayatkan beberapa kali bergulat dengan seorang yang terkenal kuat, yaitu Rukanah, dan beliau selalu menang:

Rasulullah s.a.w. pernah gulat dengan seorang laki-laki yang terkenal kuatnya, namanya Rukanah. Permainan ini dilakukan beberapa kali. (Riwayat Abu Daud).

Dalam satu surat di Al Qur’an disebut bagaimana Nabi Sulayman menggunakan kekuatan pengikutnya untuk membawa singgasana Ratu Balqis sehingga kerajaan Saba bisa ditundukkan tanpa peperangan:

Berkata ‘Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin: “Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgsana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya.”
Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari AI Kitab: “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.” Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: “Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia.” [An Naml 39-40]

Bahkan Nabi memerintahkan para orang tua untuk mengajari anak-anaknya berenang dan memanah:

“Ajarkan putera-puteramu berenang dan memanah.” (HR. Ath-Thahawi).

Nabi Muhammad bahkan menyatakan pentingnya memanah dengan mengatakan “Kekuatan itu adalah memanah”:

Uqbah Ibnu Amir ra berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW di atas mimbar membaca (artinya = Dan siapkanlah kekuatan dan pasukan berkuda untuk menghadapi mereka sekuat tenagamu-ayat, ingatlah bahwa kekuatan itu adalah memanah, ingat bahwa kekuatan itu adalah memanah.” Riwayat Muslim.

“Lemparkanlah panahmu itu, saya bersama kamu.” (Riwayat Bukhari)

“Kamu harus belajar memanah karena memanah itu termasuk sebaik-baik permainanmu.” (Riwayat Bazzar, dan Thabarani dengan sanad yang baik)

Ini karena memanah adalah senjata yang bisa membunuh lawan dari jarak jauh. Untuk sekarang, selain memanah tentu diperlukan senjata yang lebih canggih seperti senapan yang bisa menembak musuh dari jarak beberapa km atau bahkan rudal antar benua/ICBM.

Namun begitu, Rasulullah s.a.w. memperingatkan para pemain agar tidak menjadikan binatang-binatang jinak dan sebagainya sebagai sasaran latihannya, sebagaimana yang biasa dilakukan oleh orang-orang Arab jahiliah.

Abdullah bin Umar pernah melihat sekelompok manusia yang sedang berbuat demikian, kemudian Ibnu Umar mengatakan:

“Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. melaknat orang yang menjadikan sesuatu yang bernyawa sebagai sasaran memanah.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Selain itu berlari juga merupakan olahraga yang dianjurkan. Lari bisa membuat nafas dan kaki kita menjadi kuat:

Ibnu Abbas r.a. berkata, “Rasulullah dan para sahabat datang (pada tahun meminta keamanan 5/86), lalu orang-orang musyrik berkata, ‘Ia berani menghadapmu karena mereka telah dilemahkan oleh demam Yatsrib. Lalu, Nabi menyuruh mereka untuk berlari-lari kecil pada tiga tempat yang mulia, (dalam satu riwayat: Beliau bersabda, “Berlari-lari kecillah kamu untuk menunjukkan kekuatan mereka kepada kaum musyrikin. Sedangkan, kaum musyrikin dari arah Qaiqa’an.), dan untuk berjalan di antara dua rukun. Tidak ada yang menghalangi beliau untuk menyuruh mereka berlari-lari kecil seluruhnya melainkan untuk mengekalkan atas mereka.” [HR Bukhari]

Aisyah mengatakan:

“Rasulullah bertanding dengan saya dan saya menang. Kemudian saya berhenti, sehingga ketika badan saya menjadi gemuk, Rasulullah bertanding lagi dengan saya dan ia menang, kemudian ia bersabda: Kemenangan ini untuk kemenangan itu.” (Riwayat Ahmad dan Abu Daud); yakni seri.

Nabi Muhammad juga menganjurkan lomba pacuan kuda. Ini penting mengingat kuda adalah kendaraan perang darat tercepat saat itu:

Ibnu Umar ra berkata: Nabi SAW pernah mengikuti lomba kuda yang dikempiskan dari Hafaya’ dan berakhir di Tsaniyyatul Wada’, dan mengikuti lomba kuda yang tidak dikempiskan perutnya dari Tsaniiyah hingga Banu Zuraiq, dan Ibnu Umar adalah termasuk orang yang ikut berlomba. Muttafaq Alaihi. Bukhari menambahkan: Sufyan berkata: Jarak antara Hafaya’ dan Tsaniyyatul Wada’ ialah lima atau enam mil dan dari Tsaniyyah hingga masjid Banu Zuraiq adalah satu mil.

Dari Ibnu Umar ra bahwa Nabi SAW pernah memperlombakan kuda-kuda dan melebihkan jarak bagi kuda-kuda yang cukup umurnya. Riwayat Ahmad dan Imam Tiga. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban.

Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada perlombaan kecuali untuk unta, panah, atau kuda.” Riwayat Ahmad dan Imam Tiga. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban.

“Lemparkanlah (panah) dan tunggangilah (kuda).” (Riwayat Muslim)

Ibnu Umar meriwayatkan.

“Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. pernah mengadakan pacuan kuda dan memberi hadiah kepada pemerangnya.” (Riwayat Ahmad)

Di zaman sekarang, selain kuda tentu ada balap mobil, bahkan mungkin kendaraan perang seperti tank, panser, dan pesawat tempur.

Selain itu berbagai bela diri seperti permainan anggar/tombak juga dianjurkan. Bahkan pernah orang-orang Habsyi melakukan itu di masjid.

“Ketika orang-orang Habasyah sedang bermain tombak/anggar dihadapan Nabi, tiba-tiba Umar masuk, kemudian mengambil kerikil dan melemparkannya kepada mereka. Kemudian Rasulullah s.a.w. berkata kepada Umar.–biarkanlah mereka itu, hai Umar.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Alhamdulillah di usia 60 tahun lebih Nabi Muhammad tetap sehat meski sempat diberi makanan yang beracun oleh seorang wanita Yahudi. Nabi Muhammad bukan hanya menang bergulat dengan seorang yang berbadan kuat, namun juga sanggup memimpin peperangan ke negeri yang jauh yang terkadang memakan waktu berbulan-bulan.

Nabi Muhammad juga sering shalat malam hingga kakinya bengkak. Shalat malam yang lama, membuat badan kita jadi sehat dan kuat selain tentu jadi dekat dengan Allah.

Sumber: http://media-islam.or.id/2011/10/18/olahraga-menurut-islam/